_Sakinah Bersamamu_
(sebuah cerpen dalam buku yang juga berjudul sakinah
bersamamu karya Asma Nadia)
Pertama kali liat buku ini, agak gimana gitu ama judulnya,
tapi pas buka bukunya dan ulasan-ulasannya dalam bentuk cerpen langsung
tertarik membacanya, hahaha… noted:Cuma tertarik baca ceritanya..!!!
[sedikit ulasan ceritanya]
Kenapa kita menikah, bang?
Sebab tanpamu, tak ada pernikahan bagiku.
(Cuma mau ngasih tau penggalan-penggalan cerita yang
menurutku menarik)
……..
Dan seperti yang sudah-sudah setiap kali memandangmu
tertidur, baying-bayang kebersamaan kita begitu saja terpampang di pelupuk. Berkejaran.
Takdir telah mempertemukan kita, dua orang yang tidak sempurna, hingga sampai
ke pelaminan. Ketika aku mulai cemas, tak aka nada lelaki yang berani
mendekati, apalagi melamarku.
“makanya jangan pasng muka galak, Ri!” celetuk Ratasya,
sahabat baikku yang sudah seperti saudara kandung itu, dengan mimic lucu.
Galak? Iyakah?
Tapi Mitha yang dua puluh kali lebih sangar dariku, sudah
setahun lalu dipinang lelaki jawa, dari fakultas lain.
“mungkin kau terlalu pemilih!”
Kali ini suara Mitha. Apakah dia mendengar kalimat pendek
yang terbersit di batinku?
Pemilih?
Pikiran itu nyaris membuatku tergelak-gelak. Imajinasiku membayangkan
adegan puluhan tangan sibuk memilih pakaian yang sedang sale di department
store. Allah… bagaimana bisa membuat pilihan ketika tak satupun laki-laki lain
terlihat mengambil ancang-ancang mendekatiku?
Sementara Raja, satu-satunya makhluk lawan jenis yang dekat
denganku sejak di bangku pertama kuliah member jawaban lain. Simple aja, “kau
terlalu perkasa bagi laki-laki, Ri” (langsung terhenyak pas di bagian ini)
Ah. Jika saja dosen sosiologi kami tak keburu dating, pasti
sudah kudebat dia untuk mendefinisikan arti kata ‘perkasa’ disini. Apakah perkasa
itu karena aku mengendarai motor gede ke kampus? Apakah kata itu dilekatkan
karena kebiasaanku mengenakan celana panjang dengan banyak saku? Atau karena
cara bicaraku yang terus terang dan tidak kemayu? Tau… karena aku tidak merasa
perlu meminta tolong apapun kepada teman-teman pria di kampus, untuk hal-hal
yang masih bisa kukerjakan?
Galak, pemilih, perkasa. Tiga kata itu membuatku mereka-reka
akhir kisah cintaku yang tak pernah dimulai. Padahal kata irang-orang wajahku
tidak jelek. Behkan menurut Raja, aku jauh lebih menarik dari pada tikus-tikus
yang terjebak lem di kamar kos-nya. Bah!
Syukurlah Allah maha baik padaku. Beberpa bulan menjelang
wisuda, Dia mempertemukan aku denganmu, lebih tepatnya menurunkanmu dari metro
mini yang menyerempet motor dan dengan sukses membuatku oleng dan terjatuh.
………
Awal ceritanya mengingatkanku akan diriku sendiri, seakan
merasa satu nasib dengantokoh bernama Ri itu, bahkan sampai sekarang masih
sering dijuluki ‘tangguh’ karena (katanya) cara jalanku terlihat seperti
perkasa, cara bawa motornya juga perkasa dan suka ngebut (plis… ini ga bisa
dikatakan indicator ‘tangguh’). Lagian, apa salahnya sih jadi cewek tangguh?
(ah! Pertanyaan retoris untuk berkilah).
Dan mungkin hamper sama dengan cewek-cewek lain yang
karakternya seperti aku, senasib gitu deh.. wajah jelek.. menurutku enggak..
toh hokum alam juga berkata bahwa kecantikan itu sifatnya relative… *kalo ini
ngeles*
Sosok Ri tadi memang akhirnya menikah dengan Zaqi, laki-laki
yang tak sengaja menyerempet itu. Lalu dengan lika-liku yang ada.. sampai
akhirnya mereka terpisah oleh maut. Dan yang (juga) berkesan quote Asma Nadia
di penggal pertama ulasannya.
Apakah yang terpenting dalam pernikahan?
Menikah dengan sosok sempurna, kah?
Menjalani hari-hari berkeluarga dengan cinta yang sama yang
membawa kita ke gerbang pernikahan?
Menikmati kehisupan hingga masa tua, langgeng dan selalu
bahagia tanpa pernah mengalami pengkhianatan cinta?
(yang kutarik intinya: menikah itu tak semanis yang
dibayangkan dan tak semudah yang diharapkan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar