Jumat, 06 Desember 2013

random post

_Sakinah Bersamamu_
(sebuah cerpen dalam buku yang juga berjudul sakinah bersamamu karya Asma Nadia)
Pertama kali liat buku ini, agak gimana gitu ama judulnya, tapi pas buka bukunya dan ulasan-ulasannya dalam bentuk cerpen langsung tertarik membacanya, hahaha… noted:Cuma tertarik baca ceritanya..!!!
[sedikit ulasan ceritanya]
Kenapa kita menikah, bang?
Sebab tanpamu, tak ada pernikahan bagiku.
(Cuma mau ngasih tau penggalan-penggalan cerita yang menurutku menarik)
……..
Dan seperti yang sudah-sudah setiap kali memandangmu tertidur, baying-bayang kebersamaan kita begitu saja terpampang di pelupuk. Berkejaran. Takdir telah mempertemukan kita, dua orang yang tidak sempurna, hingga sampai ke pelaminan. Ketika aku mulai cemas, tak aka nada lelaki yang berani mendekati, apalagi melamarku.
“makanya jangan pasng muka galak, Ri!” celetuk Ratasya, sahabat baikku yang sudah seperti saudara kandung itu, dengan mimic lucu.
Galak? Iyakah?
Tapi Mitha yang dua puluh kali lebih sangar dariku, sudah setahun lalu dipinang lelaki jawa, dari fakultas lain.
“mungkin kau terlalu pemilih!”
Kali ini suara Mitha. Apakah dia mendengar kalimat pendek yang terbersit di batinku?
Pemilih?
Pikiran itu nyaris membuatku tergelak-gelak. Imajinasiku membayangkan adegan puluhan tangan sibuk memilih pakaian yang sedang sale di department store. Allah… bagaimana bisa membuat pilihan ketika tak satupun laki-laki lain terlihat mengambil ancang-ancang mendekatiku?
Sementara Raja, satu-satunya makhluk lawan jenis yang dekat denganku sejak di bangku pertama kuliah member jawaban lain. Simple aja, “kau terlalu perkasa bagi laki-laki, Ri” (langsung terhenyak pas di bagian ini)
Ah. Jika saja dosen sosiologi kami tak keburu dating, pasti sudah kudebat dia untuk mendefinisikan arti kata ‘perkasa’ disini. Apakah perkasa itu karena aku mengendarai motor gede ke kampus? Apakah kata itu dilekatkan karena kebiasaanku mengenakan celana panjang dengan banyak saku? Atau karena cara bicaraku yang terus terang dan tidak kemayu? Tau… karena aku tidak merasa perlu meminta tolong apapun kepada teman-teman pria di kampus, untuk hal-hal yang masih bisa kukerjakan?
Galak, pemilih, perkasa. Tiga kata itu membuatku mereka-reka akhir kisah cintaku yang tak pernah dimulai. Padahal kata irang-orang wajahku tidak jelek. Behkan menurut Raja, aku jauh lebih menarik dari pada tikus-tikus yang terjebak lem di kamar kos-nya. Bah!
Syukurlah Allah maha baik padaku. Beberpa bulan menjelang wisuda, Dia mempertemukan aku denganmu, lebih tepatnya menurunkanmu dari metro mini yang menyerempet motor dan dengan sukses membuatku oleng dan terjatuh.
………
Awal ceritanya mengingatkanku akan diriku sendiri, seakan merasa satu nasib dengantokoh bernama Ri itu, bahkan sampai sekarang masih sering dijuluki ‘tangguh’ karena (katanya) cara jalanku terlihat seperti perkasa, cara bawa motornya juga perkasa dan suka ngebut (plis… ini ga bisa dikatakan indicator ‘tangguh’). Lagian, apa salahnya sih jadi cewek tangguh? (ah! Pertanyaan retoris untuk berkilah).
Dan mungkin hamper sama dengan cewek-cewek lain yang karakternya seperti aku, senasib gitu deh.. wajah jelek.. menurutku enggak.. toh hokum alam juga berkata bahwa kecantikan itu sifatnya relative… *kalo ini ngeles*
Sosok Ri tadi memang akhirnya menikah dengan Zaqi, laki-laki yang tak sengaja menyerempet itu. Lalu dengan lika-liku yang ada.. sampai akhirnya mereka terpisah oleh maut. Dan yang (juga) berkesan quote Asma Nadia di penggal pertama ulasannya.

Apakah yang terpenting dalam pernikahan?
Menikah dengan sosok sempurna, kah?
Menjalani hari-hari berkeluarga dengan cinta yang sama yang membawa kita ke gerbang pernikahan?
Menikmati kehisupan hingga masa tua, langgeng dan selalu bahagia tanpa pernah mengalami pengkhianatan cinta?


(yang kutarik intinya: menikah itu tak semanis yang dibayangkan dan tak semudah yang diharapkan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar